Home Berita Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Gelar Seminar Nasional: Menelusuri Jejak Islam Wasathiyah di Masa Lalu

Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Gelar Seminar Nasional: Menelusuri Jejak Islam Wasathiyah di Masa Lalu

Menelusuri Jejak Islam Wasathiyah di Masa Lalu

by ilham

Kelaster – Makassar: Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Alauddin Makassar mengadakan Seminar Nasional dengan tema “Sejarah Islam Wasathiyah Sebelum Abad ke-20 ” pada hari Jum’at (15/03) di Lecture Theatre FAH UINAM.

Seminar Nasional ini menghadirkan Andar Nubowo, DEA, Ph.D alumni Ecole Normale Supérieure (ENS) Lyon Perancis sekaligus peneliti Posdoktoral IRASEC Bangkok, Thailand sebagai narasumber, dipandu oleh Dr. Nasrum, S.Pd, M.A dosen BSI yang juga ketua Research Center and Capacity Building FAH UINAM.

Dekan FAH, Prof. Dr. H. Barsihannor, M.Ag. dalam sambutannya mengatakan bahwa para sufi penyebar Islam telah mempraktikkan Islam Wasathiyah sebagai metode jalan tengah yang tidak terlalu ke kiri dan tidak terlalu ke kanan dalam berdakwah. Sebagai contoh, masjid Menara Kudus di provinsi Jawa Tengah yang cukup ikonik karena menyerupai bangunan candi dan melambangkan akulturasi budaya masa lalu. Contoh lain, Soto Kudus tidak ada yang menggunakan daging sapi karena penghormatan muslim Kudus terhadap agama Hindu. Bagi mereka, sapi adalah hewan yang dianggap suci. Dua hal itu merupakan implementasi toleransi beragama yang dibawa oleh penyebar Islam masuk ke Indonesia.

Selaku pemateri, Andar membahas Islam wasathiyah yang telah dia susun dalam disertasinya mengatakan bahwa Islam Wasathiyah merupakan tahap rekonsiliasi antara kutub kiri dan kutub kanan, fakta sosiologis tersebut terlihat melalui dokumen sejarah Islam sebelum abad ke-20. Misalnya, Pertarungan ideologis antara Hamzah Fansuri dan Nuruddin ar-Raniri yang kemudian direkonsiliasi oleh Abdurrauf as-Singkili. Begitupun antara Imam Ahmad bin Hanbal yang dipenjara karena menolak Muktazilah sebagai mazhab teologis tunggal era al-Makmun.

Sejarah mengajarkan bahwa dimensi ideologis-keagamaan para tokoh sejarah menunjukkan adanya perbedaan, namun perbedaan tersebut bagi kita yang hidup di masa sekarang harus disikapi secara bijaksana dengan ditopang oleh pondasi keagamaan yang baik. Tambahnya lagi, Islam Wasathiyah sekaligus menjadi bahan evaluasi bagi wacana moderasi beragama yang diaminkan oleh pemerintah melalui RPJMN 2024, bahwa definisi moderasi beragama haruslah menghadirkan semua kalangan, seluruh komunitas beragama, mulai dari 6 agama resmi hingga penghayat kepercayaan/agama lokal sehingga moderasi beragama lebih berkeadilan dan merangkul semua kalangan. Seminar nasional ini dihadiri dengan sangat antusias oleh sivitas akademika Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar yang terdiri dari dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan. (nas/ilo)

About The Author

Related Articles