KELASTER.COM,MAKASSSAR – Kemampuan dan kepemimpinan dalam organisasi mahasiswa adalah soal klasik, yang dapat berulang pola maupun praktiknya. Sebuah organisasi (mahasiswa) akan berisiko mengalami kemandekan yang disebabkan ketiadaan nilai-nilai dan visi kolektif (living system) dan rendahnya tingkat kepercayaan di antara pengelola maupun antarpihak yang terkait di dalamnya, di samping lunturnya budaya berorganisasi.
Hal inilah yang mengemuka dalam diskusi kelompok terpumpun (DKT) yang lebih dikenal dengan istilah Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Hasanuddin (UNHAS). Kegiatan selama 2 hari, 14-15 November 2020 yang berlangsung di Makassar ini mengundang seluruh organisasi kemahasiswaan dalam lingkup UNHAS untuk bersinergi dan berkolaborasi mendukung lembaga mahasiswa tingkat universitas.
DKT dihadiri oleh lembaga kemahasiswaan dalam lingkup UNHAS yang mewakili fakultas yang telah berkomitmen bergabung di lembaga kemahasiswaan tingkat universitas. Masing-masing sebanyak 2 mahasiwa per fakultas mewakili lembaga kemahasiswaan tingkat fakultas yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) dengan difasilitasi oleh Pokja Lembaga Kemahasiswaan UNHAS.
Kegiatan ini juga diikuti oleh para Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan dan Alumni dalam lingkup UNHAS, ketua dan sekretaris Badan Pekerja Musyawarah Mahasiswa UNHAS serta Presidium Sidang Musyawarah Mahasiswa UNHAS tahun 2020.
Prof. Dr. drg. A. Arsunan Arsin, M. Kes selaku Wakil Rektor UNHAS bidang kemahasiswaan dan alumni dalam sambutannya memaparkan kebijakan pengembangan organisasi mahasiswa UNHAS.
Dilanjutkan dengan pembahasan kampus sebagai pusat pembelajaran organisasi kemahasiswaan oleh Prof. Dr. dr. Abd. Razak Thaha, M.Sc. Hal yang mendapat perhatian dalam presentasi mantan Ketua Dewan Mahasiswa (DEMA) UNHAS 1977 yang akrab disapa Kak Atja ini adalah bahwa organisasi mahasiswa pada hakikatnya adalah sebuah organisasi pembelajaran (learning Organization/LO).
Dengan menyitir pendapat Peter Senge dalam The Fifth Discipline; The Art and Practice of the Learning Organization (1994), Prof Atja mengingatkan bahwa ada organisasi (mahasiswa) yang tidak dapat lama bertahan hidup karena adanya hambatan untuk belajar; umumnya disebabkan oleh tujuh penyakit:
1. I am my position – dengan disabilitas ini, unit individu dalam organisasi terlalu fokus pada posisi dan tanggung jawab mereka sendiri, sehingga kehilangan gambaran yang lebih besar dan persatuan.
2. The enemy is out there – kecacatan ini akan selalu memungkinkan kita menemukan agen eksternal untuk disalahkan (“tidak ada yang bisa menangkap bola di lapangan terkutuk itu”, “mereka mengkhianati kita”)
3. The illusion of taking charge – ketika reaktivitas disalahartikan sebagai proaktivitas
4. The fixation on events – saat percakapan dan media didominasi oleh peristiwa jangka pendek, yang mengarah ke penjelasan “peristiwa” (bukan penjelasan “pola” yang menggambarkan peristiwa jangka panjang)
5. The parable of the boiled frog – di mana kita tidak melihat perubahan bertahap, seperti katak di dalam panci akan bersantai hingga mengantuk karena airnya dipanaskan perlahan-lahan
6. The delusion of learning from experience – karena beberapa efek berada di luar batas kesadaran kita saat ini (misalnya, efek dalam waktu, efek non-linier), kita tidak mengalami banyak efek dari tindakan kita
7. The myth of the management team – dengan kecacatan ini, manajemen melindungi dirinya dari ancaman terlihat tidak pasti atau tidak peduli dalam menghadapi penyelidikan kolektif, yang mengakibatkan “ketidakmampuan terampil” (“orang yang sangat mahir dalam menahan diri untuk tidak belajar”)
Obatnya kata beliau adalah membuka hati dan pikiran untuk menerima dan menerapkan lima disiplin manajemen organisasi, yaitu: 1. Personal Mastery; 2. Mental Models; 3. Team Learning; 4. Shared Vision; dan 5. Systems Thinking
Selanjutnya perwakilan BEM-BPM yang hadir mendiskusikan akar masalah kelesuan semangat berlembaga mahasiswa UNHAS serta memetakan solusi dan langkah-langkah strategis bersama dengan difasilitasi oleh Pokja Kemahasiswaan UNHAS.
Aries Yasin, S.Pt – Ketua Badan Pekerja Kongres Mahasiswa UNHAS 2007 hadir membagikan pengalamannya dengan memantik diskusi dinamika musyawarah lembaga mahasiswa tingkat universitas dan urgensinya.
DKT ini diharapkan dapat membangun nilai-nilai kesepahaman dan kesesamaan dalam membangun visi, misi dan tujuan strategis lembaga kemahasiswaan UNHAS. Dalam konteks LO, kampus Unhas mesti diupayakan menjadi tempat dimana setiap orang terus-menerus mengembangkan kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana pola pikir yang baru dan luas senantiasa dipupuk, aspirasi kolektif dibebaskan dan setiap orang terus-menerus belajar bagaimana belajar bersama.
Senada dengan Ikujiro Nonaka yang menciptakan istilah Knowledge Creating Companies. Sebagai tempat dimana “menemukan pengetahuan baru bukanlah aktivitas yang khusus, melainkan cara berperilaku, cara berada dimana setiap orang adalah merupakan pekerja pengetahuan”.
Prof Atja dalam bagian penutup paparannya mengajak agar lembaga mahasiswa UNHAS duduk bersama, saling jujur, percaya dan mendengarkan seperti halnya DEMA/ SMUH di tahun-tahun 60-an hingga 90-an. Seperti halnya syariat, hakikat, dan makrifat, di dalam LO ada tahap-tahapan juga. Yaitu setiap lembaga mahasiswa mesti memulai dengan belajar berbicara jujur secara terbuka, kemudian saling belajar mendengarkan, dan terakhir belajar untuk menerima tanpa syarat.
Dengan paradigma BEM UNHAS sebagai organisasi pembelajaran, maka ia akan menjadi yang salah satu yang terbaik. “Persoalannya adalah bukan bisa atau tidak bisa. Tetapi apakah mau atau tidak mau.” kuncinya. (ilo)