KELASTER.COM, PAREPARE – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk tingkat Sekolah Dasar di Kota Parepare menuai kritik tajam. Salah satu orangtua calon siswa menilai proses seleksi, khususnya jalur domisili (zonasi), tidak dilakukan secara adil dan transparan.
Salah satu kasus mencuat dari SD Negeri 5 Parepare. Seorang orangtua, Lia, mengungkapkan kekecewaannya karena anaknya yang tinggal hanya 500 meter dari sekolah ditolak, sementara calon siswa lain yang jarak rumahnya mencapai 5.000 meter justru diterima.
“Saya daftarkan anak lewat jalur domisili karena jarak rumah dekat dan usia anak juga memenuhi. Tapi justru ditolak, sementara ada yang jauh malah diterima. Jelas ini sangat tidak adil,” ujar Lia.
Kepala Dinas Pendidikan Parepare, Makmur, membenarkan bahwa kuota SD Negeri 5 tahun ini sebanyak 84 siswa, terdiri dari 79 jalur domisili, 1 afirmasi, dan 4 mutasi. Namun ia mengakui, sistem SPMB khusus SD belum diterapkan secara ketat karena kesulitan dalam menentukan zona sekolah di wilayah kota.
“Aplikasi SPMB hanya sebatas informasi data pendaftar, selebihnya pihak sekolah yang menentukan siapa yang diterima,” jelas Makmur.
Pernyataan ini memicu pertanyaan publik soal efektivitas aplikasi SPMB. Bila keputusan akhir tetap berada di sekolah, maka sistem zonasi dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya dan membuka peluang subjektivitas.
Orangtua calon siswa menilai proses seleksi tidak objektif, tidak transparan, diskriminatif, serta tidak akuntabel. Kondisi ini juga bertentangan dengan komitmen Wali Kota Parepare, Tasming Hamid, yang sebelumnya menegaskan penerimaan siswa harus bebas dari praktik titip-menitip dan intervensi tidak sah.
Kalau ada yang main-main dengan SPMB, kami akan beri sanksi,” tegas Tasming dalam pernyataan sebelumnya.
Menanggapi polemik ini, Dinas Pendidikan mengaku telah berkoordinasi dengan pihak sekolah dan menyampaikan permintaan penambahan kuota ke Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) sebagai langkah penyelesaian.
Kasus ini menyoroti masih lemahnya penerapan prinsip keadilan dan transparansi dalam sistem penerimaan murid baru tingkat SD di Parepare, yang berpotensi merugikan anak-anak yang seharusnya mendapatkan prioritas.