Home Berita Temu Pakar Pembahasan Rancangan Program Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI: Ini Pandangan Guru Besar FKM Unhas

Temu Pakar Pembahasan Rancangan Program Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI: Ini Pandangan Guru Besar FKM Unhas

by Saleh

KELASTER.COM.MAKASSAR -Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Prof. Sukri Palutturi, SKM, M.Kes., MSc.PH, PhD mendapat undangan dari Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam acara Temu Pakar/Ahli dan Praktisi dalam Pembahasan Rancangan Program Kesehatan Masyarakat. Acara tersebut berlangsung pada hari Selasa, 18 Mei 2021 secara virtual.
Dalam acara tersebut, Prof. Sukri yang juga sebagai Direktur, the Indonesian Healthy Cities Studies Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, menyampaikan paparan singkat dengan topik Healthy Cities Alat Efektif untuk Pemecahan Masalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), Stunting dan Germas. Prof. Sukri berpendapat bahwa AKI, AKB dan Stunting adalah hasil atau outcome kesehatan, ia adalah dampak dari berbagai determinan kesehatan. Kematian bayi dapat terjadi karena gizi kurang atau gizi buruk, dan stunting dapat terjadi karena lingkungan. Germas dalam program ini adalah sebagai sebuah upaya dan pendekatan untuk pemecahan berbagai masalah kesehatan.
Prof. Sukri lebih jauh memaparkan bahwa outcome kesehatan itu disebabkan oleh berbagai faktor atau penentu kesehatan. Ada empat teori yang dikemukakan sebagai dasar untuk membuat program kesehatan. Empat teori tersebut memperlihatkan begitu kompleksnya masalah kesehatan. Ada kewenangan yang berada pada wilayah kesehatan, dan ada kewenangan yang berada di luar dari sektor kesehatan dan ini memiliki pengaruh besar terhadap sektor kesehatan. Teori pertama, tentang Social Determinats of Health (SDH). SDH adalah faktor non medis yang mempengaruhi kesehatan. SDH memiliki pengaruh penting pada ketidakadilan kesehatan. SDH meliputi aspek pendapatan dan perlindungan sosial, pendidikan, pengangguran dan ketidakamanan pekerjaan, kondisi kehidupan kerja, kerawanan pangan, perumahan, fasilitas dasar/lingkungan dan akses kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. Teori kedua mengenai teori Lalonde yang menyatakan bahwa persoalan kesehatan ditentukan oleh faktor human biology, health care systems, environment, and lifestyle. Lebih lanjut, Prof. Sukri mengatakan bahwa untuk mencegah terjadinya sakit dan penyakit, Leavels and Clark mengemukakan teorinya yang sangat terkenal dengan lima tingkatan pencegahan penyakit, dimana health promotion sebagai aspek utama dalam upaya pencegahan penyakit. Selain itu, juga disampaikan teori yang berkaitan dengan teori HL. Blum, yaitu sebuah teori yang cukup terkenal dalam bidang kesehatan masyarakat, dan menempatkan faktor lingkungan dan perilaku sebagai faktor utama, disamping faktor pelayanan kesehatan dan hereditas.
Menurut Prof. Sukri, hampir seluruh pakar mengatakan bahwa faktor lingkungan dan gaya hidup atau perilaku merupakan faktor terbesar dari masalah kesehatan. Dengan perbaikan kualitas lingkungan fisik dan sosial serta peningkatan promosi kesehatan untuk perubahan perilaku, 70% masalah kesehatan telah selesai, ungkapnya.
Selain daripada itu, untuk memecahkan berbagai masalah kesehatan, pendekatan healthy cities adalah sebuah pendekatan yang cukup efektif. Pendekatan ini memiliki keunggulan, diantaranya pendekatan tersebut telah direkomendasikan oleh WHO tahun 1986 tentang setting approach pemecahan masalah kesehatan. Hampir seluruh negara terlibat dalam program Healthy Cities. Karena itu, ini merupakan agenda global. Pendekatan ini membutuhkan kemitraan dan melihat masalah kesehatan secara holistik. Karena itu, terdapat banyak masalah kesehatan yang membutuhkan kerjasama antar program, antar direktur, antar dirjen atau bahkan antar kementerian. Keunggulan lainnya adalah bahwa pendekatan healthy cities dapat dikembangkan sesuai dengan masalah, sumber daya, kebutuhan masyarakat dan daerah dan ini sesuai dengan RPJMN 2020-2024. Meskipun demikian, terdapat beberapa program yang membutuhkan penguatan ke depan, misalnya perlu revisi Peraturan Bersama antara Kementerian Dalam Negeri dan Kemenkes tentang Penyelenggaraan KKS. Healthy Cities ini membutuhkan regulasi yang lebih kuat misalnya berupa Peraturan Presiden. Perlu penguatan terhadap 9 tatanan atau bahkan mungkin perlu revisi sesuai dengan kebutuhan dan masalah di daerah. Program berbasis output dan memberi dampak langsung kepada masyarakat. Selain itu, Prof. Sukri juga menyampaikan bahwa penanganan masalah kesehatan tidak hanya berada pada level nasional. Ingat bahwa ini ada otonomi daerah, sehingga kewenangan bupati/walikota dan gubernur juga cukup kuat dalam meningkatkan sektor kesehatan. Penguatan pada mikro setting misalnya pasar sehat, sekolah sehat, Puskesmas sehat, rumah ibadah sehat juga sangat diperlukan. Khusus untuk pasar, hampir seluruh masalah kesehatan lingkungan dan sosial ada pada pasar. Karakterisitik masyarakat pasar tradisional, misalnya yang cenderung kumuh itulah yang menjadi pemandangan pada masyarakat pasar. Selain itu, perlu ada pengembangan pilot-pilot projek dalam bentuk inovasi. Kelemahan lain dari healthy cities adalah belum adanya Aliansi Nasional Kota Sehat sehingga ini yang perlu dibentuk. Untuk memecahkan berbagai persoalan kesehatan di daerah. Prof. Sukri mengusulkan penempatan 1 SKM 1 Desa untuk Penanganan AKI, AKB, Stunting dan Germas. Ini bukan tanpa alasan. Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat dibekali ilmu dengan pendidikan generalis dan itulah yang terjadi pada level masyarakat. Masalah kesehatan tidak berdiri sendiri, misalnya stunting saja dan sebagainya. Sarjana Kesehatan Masyarakat itu dibekali dengan berbagai bidang keilmuan, misalnya Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Epidemiologi, Biostatistik dan Kependudukan, Kesehatan Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Ilmu Gizi, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Selain itu juga dibekali ilmu yang berkaitan dengan manajemen rumah sakit. Semua keilmuan ini, melekat bagi seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat. Ini bisa menjadi pilot projek Kementerian Kesehatan terutama dalam lingkup Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, ungkapnya. Pakar dan praktisi lainnya yang juga teragendakan memberikan pandangan adalah dr. Anung Sugihantono, M.Kes., dr. Rita Damayanti, Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes., Haryono Isman dan Dr. dr. Trihono.

Related Articles

Leave a Comment