Penulis: Wirani Aisiyah Anwar, S.Sy.,M.H (Dosen STAI DDI Sidrap, IAIN Parepare)
OPINI – Memasuki awal ajaran baru tahun 2020 membuat orang tua semakin aktif dalam pendampingan pembelajaran bagi anaknya, dikarenakan selama masa pandemi covid-19 membuat sistem pembelajaran berubah yang tadinya secara offline/tatap muka menjadi pembelajaran daring/online.
Hal inilah membuat waktu belajar anak lebih banyak dihabiskan di rumah bersama dengan ibunya. Kita pernah mendengar ungkapan mengatakan “Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya”. Maka dari itu kita sebagai orang tua berkewajiban memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anak kita. Bukankah kita ingin, agar kelak nantinya anak-anak yang kita didik menjadi penolong kita dikemudian hari. Sebagaimana hadis riwayat Imam Ahmad: “Seseorang merasa heran ketika dirinya berada di Surga dengan kedudukan yang mulia, lalu ia bertanya, darimana kedudukan ini bisa diperoleh? Kemudian Malaikat menjawab: Anakmulah yang selalu memohonkan ampunan untukmu!”.
Melihat maksud hadis ini menandakan bahwa inilah orang tua yang berhasil dalam mendidik anak. Orang tua yang menjadi panutan sehingga diakhirat kelak anaknyalah yang mengantarkan mereka meraih tempat yang mulia. Anak adalah titipan yang menjadi kewajiban kita sebagai orang tua dalam menjaga dan membimbingnya menuju kebaikan. Anak adalah kebanggaan para orang tua yang dijadikan sebagai permata hati atau belahan jiwa, namun terkadang makna ini telah bergeser dari arti semula, bukan lagi menjadi permata hati melainkan menjadi musuh yang berujung pada kebencian mereka terhadap anaknya.
Misalnya saja sering kita lihat dan saksikan melalui berita banyaknya kasus penyiksaan, pembunuhan anak mereka sendiri, kasus pemerkosaan/pelecehan seksual terhadap anak, dan kasus-kasus lainnya yang menjadikan anak tereksploitasi. Bahkan dikehidupan sehari-hari sering kita lihat anak yang dibentak dan dikatakan “anak nakal” oleh orang tua mereka sendiri, inilah kesalahan kita sebagai orang tua yang tidak sepatutnya berkata buruk untuk anak kita, karena sesungguhnya perkataan orang tua terhadap anaknya adalah untaian doa yang dipanjatkan tanpa kita sadari, karenanya sebaiknya kita menjaga ucapan di saat kita dalam keadaan marah terhadap anak kita.
Sungguh ironis hal ini adalah fakta yang terjadi dan seharusnya orang tua paham betul apa yang sebaiknya mereka lakukan untuk anak-anak mereka kedepan, bukan menjadikan anak sebagai musuh melainkan menjadikan mereka sebagai ladang amal yang kelak akan menolongmu di akhirat.
Dalam hal ini perlunya pembinaan bagaimana peran kita sebagai orang tua dalam mendidik anak bukan justru sebaliknya membiarkan dan acuh terhadap mereka dengan mendidiknya sepenuh hati.
Sebagaimana ungkapan pakar psikologi anak Seto Mulyadi yang lebih dikenal dengan Kak Seto “Family is the real education, lebih efektif, dan dapat mendidik dari hati ke hati”. Ungkapan ini membuat kita paham satu hal yakni pendidikan yang paling dasar bagi anak adalah keluarga, sebagai orang tua yang berperan sebagai pendidik bagi anak-anak mereka sendiri.
Melalui hypnoparenting berbasis Quran inilah salah satu cara dalam mendidik anak kita. Hypnoparenting termaksud pola asuh yang langsung bekerja di bawah sadar anak dengan memberikannya pemahaman akan hal yang baik melalui lantunan ayat suci Al-Quran disertai pemahaman akan makna ayat tersebut, melalui suatu usaha yang dilakukan orang tua dengan memetakan dan membuat sistemasi atas segala hal yang berhubungan dengan tugas kita sebagai orang tua melalui cara kerja pikiran dan pengaruh agar anak dapat mandiri dan siap menghadapi masa depannya yang ceria dan tentu saja sejalan dengan ajaran agama sehingga membentuk karekter positif pada diri anak.
Dengan mengajarkan Al-Quran sejak dini kepada anak maka anak tersebut kelak dalam kesehariannya yang diisi dengan bacaan Al-Quran akan tidak asing lagi Al-Quran baginya. Mendekatkan anak dengan Al-Quran dengan langkah awal mengenalkannya huruf hijaiyah terlebih dahulu dengan melalui media apa saja misalnya dengan buku bergambar, iqra, aplikasi huruf hijaiyah yang terdapat dalam media elektronik (Hp, Tab/gadget, laptop, Tv, dll) sehingga lama kelamaan anak akan dapat membaca Al-Quran.
Kemudian jika ada kegiatan majelis Al-Quran sebaiknya anak kita diikutkan bukan justru meninggalkannya di rumah atau menitipkan anak dengan alasan takut mengganggu kegiatan. Kemudian seringlah perdengarkan anak murottal atau seringlah kita mengulang-ulang hafalan dan tilawah bersama anak dengan mengajak anak membaca semacam buku iqra sebagai jalan mendekatkan anak dengan Al-Quran.
Apabila anak hendak tidur sebaiknya lagu pengantar tidur digantikan dengan lantunan ayat suci Al-Quran, ini akan menanamkan pikiran alam bawah sadar anak yang distimulus dengan bacaan-bacaan Al-Quran sehingga anak akan terbiasa mendengarnya dan memudahkannya dalam menghapal Al-Quran. Ada juga beberapa hal yang sederhana misalnya dengan menggunakan kekuatan doa yang dipanjatkan oleh kita selaku orang tua “the power of prayer” melalui doa semua bisa saja terjadi asalkan kita istiqomah dan sabar dalam proses.
Dengan mengaktifkan pikiran bawah sadar anak melalui media Al-Quran menjadikan sebuah kebiasaan yang tertanam lama atau karena sejak awal sudah terhipnotis dengan kata-kata berupa nasehat untuk anak agar senang dan gemar terhadap Al-Quran, bisa juga dengan memberikan anak reward/hadiah jika anak tersebut telah selesai/khatam bacaan qurannya. Dengan cara seperti ini anak akan lebih bersemangat dalam membaca dan menghapalkan Al-Quran.
Saya teringat akan sebuah kisah yang pernah saya baca, “Seorang anak berusia sekitar 5 tahun telah menghatamkan Al-Quran sebanyak 6 kali dan sedang mengikuti program tahfidz jus 30 dan telah menghapalkan surah An-naba dan An-naziat hanya sekitar 2 hari dan insyallah dalam waktu sebulan telah hafidz jus 30, orang tuannya tentu bangga dengan prestasi anaknnya ini”.
Jika kita cermati kisah ini tentu ada cara yang dilakukan oleh orang tuanya sehingga anak tersebut rajin membaca dan menghapalkan Al-Quran, yah tentu ada dengan memberikan nasihat kepada anak dan inilah nasihat orang tua untuk anaknya “Nak, baca Al-Quran harus karena Allah, kalau tidak bisa mengaji maka diakhirat kelak kamu tidak akan bisa bertemu ayah dan ibu, kamu akan jadi orang yang merugi”. Inilah bentuk pembelajaran dengan Quran yang akan menguatkan iman dan imun anak kita untuk menghadapi pembelajaran di era new normal nantinya. (*)