KELASTER.COM, KEJATI SULSEL, Makassar – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) ikut dalam rapat kunjungan kerja spesifik Komisi III DPR RI di Polda Sulsel pada Jumat, 12 September 2025. Kunjungan yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI, H. Rusdi Masse Mappasessu, ini bertujuan menjaring masukan dari aparat penegak hukum untuk penyusunan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Kajati Sulsel didampingi Wakajati Robert M Tacoy, para asisten, Kajari Makassar, Gowa dan Maros. Kunjungan ini dihadiri oleh 14 anggota Komisi III DPR RI, serta perwakilan dari Kepolisian Daerah Sulsel, Kejati Sulsel, Pengadilan Tinggi Makassar, dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulsel.
Dalam sambutannya, Ketua Tim Komisi III DPR RI, H. Rusdi Masse Mappasessu, menyampaikan bahwa kunjungan kerja spesifik ini dilakukan untuk menjaring masukan dan aspirasi dari praktisi hukum di Sulawesi Selatan. Aspirasi ini akan menjadi bahan kajian dan pertimbangan dalam penyusunan dan pembahasan RUU tentang Hukum Acara Pidana.
Menurut Rusdi, masukan dari jajaran aparat penegak hukum di daerah sangat penting karena mereka yang paling memahami permasalahan di lapangan. Tujuan utama revisi KUHAP adalah menciptakan sistem hukum acara pidana yang lebih modern, efektif, dan berkeadilan.
RUU KUHAP yang baru dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk mewujudkan kepastian hukum, menjamin hak-hak warga negara, serta meningkatkan koordinasi dan sinergitas antarlembaga penegak hukum,” kata Rusdi Masse.
Usulan Kejati Sulsel: Peran Jaksa sebagai Dominus Litis
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Agus Salim, dalam paparannya menyampaikan beberapa usulan krusial yang diharapkan dapat diakomodasi dalam RUU KUHAP. Fokus utama Kejati adalah penguatan peran Jaksa sebagai dominus litis (pengendali penanganan perkara) untuk menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih efisien dan akuntabel.
Beberapa poin penting yang diajukan oleh Kejati Sulsel adalah:
Penguatan Fungsi Dominus Litis
Menguatkan dan menegaskan fungsi Kejaksaan sebagai pengendali penanganan perkara untuk mencegah kesewenang-wenangan dan mempercepat proses hukum.
Mewajibkan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum sejak tahap penyidikan, dengan menambahkan redaksi pada Pasal 8 KUHAP.
Mengusulkan pembentukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan atau Hakim Komisaris untuk mengawasi tindakan penyidikan dan memastikan proses berjalan sesuai prosedur.
Kesetaraan dalam Sistem Peradilan Pidana (Integrated Criminal Justice System) antara penyidik, jaksa, dan hakim dalam RUU KUHAP.
Menjadikan keadilan restoratif (RJ) sebagai bagian dari sistem hukum nasional yang mengikat dan seragam, bukan hanya kebijakan internal sektoral.
Mengusulkan agar RUU KUHAP mewajibkan penuntut umum mengajukan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) ke pengadilan untuk mendapatkan validasi yudisial, sehingga meningkatkan akuntabilitas.
Menurut Agus Salim, perubahan KUHAP ini sangat mendesak untuk menjamin hak-hak warga negara, beradaptasi dengan perkembangan zaman, dan memperkuat fungsi aparat penegak hukum.
Revisi KUHAP ini akan menciptakan sistem pengawasan penanganan perkara yang baik, dengan koordinasi yang substantif antar aparat penegak hukum,” ujar Agus Salim.
Anggota Komisi III DPR RI memberikan apresiasi terhadap masukan yang disampaikan oleh Kejati Sulsel. Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta, memuji gagasan penguatan peran jaksa untuk menghindari bolak-balik berkas perkara yang seringkali memakan waktu lama.
Hal ini selaras dengan masukan dari anggota DPR RI lainnya, Mangihut Sinaga, yang menyoroti kasus berkas perkara yang bolak-balik hingga bertahun-tahun. Mangihut menegaskan bahwa masukan ini akan menjadi bahan pertimbangan penting dalam penyusunan RUU KUHAP.
Kunjungan kerja ini diakhiri dengan kesepakatan bahwa semua masukan dari Kejati Sulsel dan aparat penegak hukum lainnya akan dijawab secara tertulis oleh Komisi III DPR RI sebagai bahan kajian lebih lanjut dalam perumusan RUU KUHAP.