Home Berita Opini; Lingkungan

Opini; Lingkungan

by ilham

Penulis: Muh Aswad Ashan (Wakil Ketua Sobat Bumi Indonesia Periode 2020-2022)

Ancaman Keberlangsungan Habitat di Bumi

Setiap 6 November hakikatnya diperingati sebagai hari habitat sedunia sebagai respon terhadap fenomena alam yang dinamis. Perubahan iklim (Climate Change) adalah proses alami dari pemanasan dan pendinginan yang telah terjadi selama sejarah bumi.

Saat ini kita menikmati periode interglasial dari zaman es yang dimulai kira-kira dua juta tahun yang lalu. Ini setidaknya merupakan zaman es ketujuh dalam sejarah bumi 4,6 miliar tahun. Secara ekologis, pergerakan perubahan iklim bersamaan dengan pertambahan aktivitas globalisasi yang dilakukan oleh manusia dalam pembangunan, perdagangan dan pariwisata.

Publikasi tentang arus global polutan pada tahuan 1960-an dan 1970-an mendorong banyak orang untuk mendukung kegiatan lingkungan. Belakangan ini, penipisan ozon dan perubahan iklim mungkin mewakili bukti paling dramatis dari proses globalisasi dan terkait perubahan lingkungan.

Dampak Rusaknya Ekosistem Laut

“Pantai yang sekiranya dahulu berjarak 2 Km dari perkampungan warga, akhirnya merendam rumah-rumah warga misalnya di daerah Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat,” ujar Afdillah, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia.

Dari kejadian tersebut tercatat sekitar 2000 Kepala Keluarga mengungsi meninggalkan Muara Gembong dan yang bertahan hidup dalam kemiskinan karena kehilangan sumber penghidupan, tempat tinggal, mata pencaharian dan sumber air bersih.

Tidak hanya itu, di daerah Ampekale, Maros, Sulawesi Selatan, ekosistem mangrove pun sudah mulai berkurang jumlahnya dari keadaan sebelumnya, walaupun hakikatnya mangrove seharusnya bisa menjadi benteng pertahanan rumah masyarakat sekitar pesisir jika terjadi ombak pasang ataupun Banjir Rob.

Peran Pemuda Cinta Lingkungan

Terdapat banyak hal yang bisa dilakukan bagi para pemuda. Misalnya membawa tumbler ketika berpergian keluar rumah atau sekadar nongkrong di cafe. Hal seperti ini tentunya dapat mengurangi sampah plastik di lautan.

Singkatnya, keberadaan plastik di laut tentunya dapat mencemari lingkungan dan ekosistem laut sebab kandungan microplastik akan masuk ke dalam tubuh ikan, sehingga dapat menyebabkan kematian terhadap beberapa ekosistem laut. Tentunya kita juga enggan untuk mengkonsumsi ikan yang mengandung microplastik yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.

Selain itu, berkurangnya komoditi sektor perikanan akibat pencemaran di lautan menyebabkan jumlah tangkapan nelayan pun menjadi berkurang. Fenomena ini tentunya dapat berpotensi merubah pola pikir nelayan untuk membuka lahan tambak di daerah pesisir karena pertimbangan biaya berlayar tidak lagi sepadan dibandingkan dengan hasil laut yang mereka dapatkan.

Sehingga tidak heran jika banyak tanaman mangrove yang telah berumur produktif ditebang secara tiba-tiba untuk kebutuhan ekonomi keluarga nelayan. Oleh karena itu, kelestarian ekosistem laut bergantung kembali pada perilaku manusia di daratan.

Kegiatan menghijaukan negeri dan bercocok tanam perlu dilakukan secara berkelompok melalui wadah kepemudaan dengan penanaman pohon di sepanjang daerah konservasi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup baik pada tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota.

Bercocok tanam merupakan salah satu kegiatan positif sektor pertanian yang dapat mengurangi jumlah karbon di udara. Pada proses fotosintesis tanaman membutuhkan air (H2O) dan karbondioksida (CO2) untuk menghasilkan Oksigen (O2) dan energi. Semakin banyak tanaman yang dibudidaya maka pengurangan karbon di udara pun semakin meningkat dan oksigen akan melimpah.

Olehnya itu kegiatan bercocok tanam dari rumah masing-masing merupakan hal yang tepat untuk kita laksanakan saat ini untuk memenuhi kebutuhan oksigen di tiap rumah tangga. Terlebih lagi pandemi yang belum usai, membuat kita harus mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan, misalnya kebutuhan sayur-sayuran.

Alam tidak memarahi manusia, tetapi alam bisa merespon segala bentuk tindakan dan aktivitas manusia di permukaan bumi. Ketika kita mencintai bumi, maka alam akan memberikan feedback dan manfaat yang baik kepada manusia seperti hasil pertanian dan perikanan yang melimpah. Sebaliknya, jika manusia berbuat penyimpangan terhadap bumi dengan melanggar kaidah dan norma-norma lingkungan yang telah diatur maka alam juga bisa mendatangkan murka kepada manusia misalnya banjir, dan tanah longsor. (*)

*Profil Penulis

Nama: Muh Aswad Ashan
Jabatan Organisasi: Wakil Ketua Sobat Bumi Indonesia Periode 2020-2022
Status: Mahasiswa
Perguruan Tinggi: Universitas Hasanuddin
Program Studi: Agroteknologi
Departemen: Agronomi
Fakultas: Pertanian
Angkatan: 2018

About The Author

Related Articles

Leave a Comment